Friday 19 December 2008

Nostalgila jadi panitia















wow....pengalaman yang menyenangkan itu datang lagi.





Dari dulu semenjak mahasiswa, aku selalu senang ikut berbagai kepanitiaan. Maklum, ga bisa diem...Daripada enegi ini terkuras ke hal-hal yang negatif, mending aku salurkan ke arah yang benar...hehe





Selama bekerja, aku rasakan pasti ga pernah lagi menemukan nikmatnya bekerja sampai peluh mempersiapkan satu acara. Aku pikir ga akan ketemu lagi suasana dan keakraban dalam sebuah panitia itu. Tapi, apa yang kudapatkan? Aku diberi kesempatan untuk terlibat dalam sebuah kepanitiaan. Walau hampir ga jadi panitia, tapi akhirnya aku ditelpon juga dan diminta untuk jadi panitia. Dalam hati aku sangat senang sekali. Jarang-jarang aku akan mengalami sibuk-sibuk dalam sebuah panitia lagi...heheh (masa romantisme panitia yang aneh....)





Aku tergabung dalam kepanitian tour karyawan kantorku. Awalnya rada sedikit aneh dan canggung. Tapi lama kelamaan dinikmatin juga. Teman satu timnya asyik-asyik seh. Aku mikirnya bakal ga kerja ampe cape di kepanitiaan ini. Tapi lumayan cape....





Satu hal yang kudapatkan dalam perjalanan di kepanitiaan ini adalah tentang Passion. Memang kalau kita sudah benar-benar mau untuk melakukan sesuatu, pasti kita akan melakukannya dengan sungguh-sungguh. Entah apapun kendalanya, pasti kita mau melakukannya.





Itulah yang dinamakan menemukan passion dalam pekerjaan.





Selebihnya, lakukan semuanya itu dengan sepenuh hati....

Thursday 4 December 2008

Melihat dari atas











Aku paling suka jika berada di ketinggian. Ada beberapa ornag yang takut akan ketinggian, tapi bagiku ketinggian itu identik dengan kebebasan. Semuanya bisa kau lihat dari atas. Tak ada yang menghalangimu. Lepaskan pandangan samapi ke ujung sana, kemudian palingkan wajahmu, putarkan kepalamu dan lahap semua pemandangan itu.
Menikmati kota Jayapura juga paling tepat jika kau melihatnya dari atas. Apalagi di waktu malam. Semuanya bersinar. Walau tak beraturan tapi matamu tidak lelah untuk melihat semua itu. Kota di tepi laut itu akan memanjakan matamu dengan banyak bintang-bintang buatan. Belum lagi jika melihat gunung-gunung yang penuh dengan hiasan lampu dan beberapa dengan salib yang penuh lampu, membuatku ingin berlama-lama menikmati tebaran cahaya ini.
Walau hanya sebentar, tapi aku menikmati perjalananku di Papua ini. Belum lagi saat pergi ke perbatasan antara Indonesia dan Papua New Gunea. “Aku keluar negeri, cuy.”teriakku ketika menjejakkan kakiku disana. Walau tanpa keterangan imigrasi yang terlalu ribet itu, aku sudah bisa menjejakkan kakiku di luar negeri.:)
Jika melihat perbedaan penjagaan perbatasan, ternyata penjagaan kita tidak terlalu ketat. Penduduk Papua New Gunea bisa saja dengan seenaknya masuk ke daerah kita. Tapi, kita tidak akan bisa masuk ke sana dengan seenaknya. Begitu mirisnya hati ini kala melihat gerbang pembatas itu. Gerbang Indonesia tidak terkunci dan rusak berat, sedangkan mereka terkunci rapat dan rapi sekali. Menunjukkan apa ini?
Lupakan semua perbandingan itu, memang itulah kenyataannya. Sulit untuk menerima kenyataan tapi itulah kenyataannya.
Menikmati dari atas tetap kulakukan selama menikmati perjalanan melewati kampung demi kampung di Kabupaten Jayapura ini.
Lihat dari atas, maka kau akan melihat apa yang disyukuri oleh masyarakat ini.




Wednesday 3 December 2008

Negeri sejuta mesjid















Tempat ini penuh dengan kejutan. Banyak peristiwa yang jarang-jarang terjadi, tapi di daerah ini semuanya terjadi. Mulai dari Daerah Operasi Militer (DOM) untuk menghadapi GAM yang merengut banyak nyawa, penerapan hukum Syariah sampai dengan tsunami yang menggemparkan Indonesia sampai dunia internasional.
Dari banyak kejadian itu, aku tidak berani untuk menyimpulkan apa yang sedang terjadi di daerah ini, tapi aku hanya bisa berpendapat bahwa Tuhan memang memperhatikan semua orang. ”Dia tidak menerbitkan matahari dan hujan untuk orang-orang tertentu saja. Dia membuat smuanya untuk semua orang.”
Selama berjalan-jalan di tempat ini, aku melihat banyak sekali mesjid. Mulai yang megah sekali sampai mesjid yang masih tanggung pembangunannya. Setiap melintasi satu kampung, pasti ada yang meminta-minta sumbangan untuk mesjid di jalanan.
Caranya dengan membuat pembatas jalan, 2 orang petugas berdiri di tengah dengan alat penangkap (seperti alat penangkap ikan) dan beberapa orang membuat tanda untuk memperlambat kendaraan serta yang terakhir adalah orang yang bercuap-cuap untuk memberi keterangna dan meminta sumbangan.
Jumlah tim-tim ini cukup banyak. Tak heran jika memang pembangunan mesjid disana cukup banyak. Apakah memang harus segitunya yah. Yang kumengerti adalah mereka berusaha untuk mendapatkan dana dengan cara begitu. Aku tak mau mengomentarinya, tapi budaya itu sungguh-sungguh sangat banyak.
Itu bahkan bisa memperlambat perjalananmu Jika Medan ke Banda Aceh seharusnya ditempuh dalam 8 jam, ditambah tim-tim itu bisa mencapai 10-12 jam.
Tapi bukan masalah...........
Selama disana bisa mencoba memahami makna tulisan tangan Tuhan melalui tsunami itu. Melihat museum tsunami, kapal itu dan melihat sisa reruntuhan.
Mencoba memahami kesedihan, berusaha untuk menyelami perasaan saudara-saudaraku saat menghadapi musibah itu. Hingga pada satu titik aku hanya bisa mengangguk san berkata,”Dia ingin berbicara denganmu dan kini Dia sedang berbicara.”

count your blessing