Thursday 18 March 2010

Yang Terbaring Lemah Menjelang Pesta

Seharusnya ini menjadi perhelatan yang meriah. Dua pekan lagi, Taman Ismail Marzuki menjadi tuan rumah perhelatan kecil untuk sebuah peringatan. Ulang tahun seorang tokoh sastra Tanah Air, Pramoedya Ananta Toer. Namun, sejak beberapa pekan belakangan, tokoh yang berkali-kali masuk nominasi penerima Hadiah Nobel Sastra ini tengah terbaring sakit di rumahnya di kawasan Bojong Gede, Bogor.

Berkereta api dari Jakarta, menumpang ojek, dan berkali-kali bertanya alamat rumah Pram, Koran Tempo akhirnya menemukan rumah sastrawan yang dikenal dengan tetralogi Pulau Burunya ini. "Rumah paling besar dengan tembok kuning dan pagar biru," kata orang-orang di sekitar kompleks perumahan Pram.

Ketika berkunjung di siang pengujung Sabtu silam, rumah Pram tampak lengang. Pagar rumahnya tidak terkunci. Ayunan di halaman yang luas bergoyang ditiup angin. Sementara itu, di sebelah kanan gerbang tampak kolam renang, di sebelahnya sebuah kolam ikan dengan tanaman terapung yang menambah sejuk pemandangan.

Siang itu, Pram tengah beristirahat di kamarnya. Tidurnya tampak tenang, menelungkup dengan kedua tangan melengkung di depan kepala. Pram tidur mengenakan kaus putih, celana training warna krem, kaus kaki putih, sarung tangan putih, dan jam tangan melingkar di pergelangan kirinya. Sandal kulit hitam terletak di ujung karpet.

"Beginilah keadaan Bapak," kata Maemunah, istri Pram, yang saat itu tengah sibuk di dapur bersama putri kelimanya, Rina. Beberapa mahasiswa dari Universitas Indonesia pamit pulang setelah mengurus perpustakaan Pram.

Menurut Maemunah, penulis Eka Budianta baru saja pulang setelah menginap. "Pak Eka sering memberikan pohon untuk ditanam di kebun," katanya. Ia juga memberi potongan marmer untuk diberi grafis nama tanaman dalam bahasa Latin. "Untuk dipasang di depan pohon."

Belakangan ini kondisi Pram mulai membaik, meski keluhan utamanya tetap pada jantungnya. "Bapak sering tidak bisa bernapas," kata Maemunah. Jika sesak, Pram menggunakan tabung oksigen. Meski tidak seharusnya merokok, penerima penghargaan Freedom to Write Award dari organisasi penulis PEN ini tak bisa menghentikan kebiasaannya itu.

Meski dalam kondisi sakit, dorongan menulisnya tak pernah surut. Ia masih menggerakkan jari jemarinya untuk mengabadikan pemikirannya dalam bentuk tulisan. Kalaupun tidak, ia tak lepas dari kegiatan yang berhubungan dengan tulis-menulis. "Mengkliping koran untuk ensiklopedi," kata sang istri.

Sejak sakit, menurut Maemunah, Pram sukar sekali makan. Toh, ia sempat meminta dibuatkan rendang, meski sudah lama tidak makan daging merah. Selain daging, penyakit diabetes melitus yang diidapnya membuat dokter melarangnya makan nasi, terutama karena pernah mencapai kadar gula hingga 600. Tak aneh jika Pram hanya kerap menyantap sayur dan ikan. Untuk minuman, Maemunah menyediakan air jeruk peras. "Bapak senang sekali, bisa sampai satu-dua dos sehari," ujarnya.

Jika sedang tidak ada keluhan, laki-laki yang pernah dibuang ke Pulau Buru selama 14 tahun ini berjalan-jalan ke Jakarta. Biasanya naik mobil. "Bapak selalu tertidur kalau naik mobil. Padahal kalau di rumah keluhannya susah tidur," kata Maemunah.

Pada Idul Adha lalu, Pram juga kedatangan banyak tamu. "Hari itu Bapak kelihatan senang sekali dan banyak mengobrol," ujar istrinya. Kalau sudah senang, Pram bisa betah duduk berjam-jam.

Saat sakit begini, Maemunah banyak menerima telepon yang menanyakan kabar Pram, baik itu dari sesama penulis maupun dari berbagai media massa. Maklum, sejak sakit, Pram hanya bersedia dirawat di rumah. Dokter biasanya datang berkunjung untuk melihat kondisi pria kelahiran 5 Februari 1925 di Blora, Jawa Tengah, ini. Baru setelah kondisinya agak berat, istrinya akan membawa ke Pelayanan Kesehatan St. Carolus.

Sebelum terbaring sakit saat ini, sastrawan yang telah melahirkan 40 karya fiksi dan dokumenter ini memang sudah bolak-balik ke rumah sakit. Selain penyakit gula, laki-laki yang rajin menyantap bawang putih dan penyuka anggur ini juga kerap mengeluhkan jantungnya.

Dalam suatu kesempatan, penulis Gadis Pantai, Calon Arang, dan Cerita dari Blora ini pernah mengatakan bahwa kondisi kesehatannya terus memburuk akibat penahanan di Pulau Buru pada masa mudanya dulu.

Sebelum jatuh sakit, Pram sempat menelurkan sebuah cerita sejarah berjudul Jalan Raya Pos, yang berkisah tentang sejarah pembangunan dan situasi di sepanjang jalan raya Daendels, yang diterbitkan pada Oktober 2005. OLIVIA K SINAGA/ANGELA

No comments:

Post a Comment

count your blessing